gambar diambil dari formatnews.com |
Bisa dibayangkan, efek
yang ditimbulkan jika bom tersebut meledak tepat waktu. Tendensi agama akan
meruncing lagi. Isu agama sangat menarik sebagai sarana merusak tatanan kehidupan diIndonesia. Dalam bingkai
pluralitas, gesekan secara horisontal berbahaya bagi Bangsa Indonesia.
Kekacauan besar akan menjadi risiko rasional. Jika konflik horisontal terjadi,
Indonesia bisa mengalami chaos.
Berkaca dari kejadian
tersebut, pemerintah harus segera bertindak mengatasi keadaan. Sebagai pemegang
kekuasaan, langkah taktis cermat, cepat, dan tepat harus segera dilakukan.
Tindakan preventif dan represif menjadi wajib hukumnya. Segala unsur yang
berkaitan mencegah tindakan terorisme dan menjalankan keamanan negara harus dikerahkan.
Berangkat kejadian
terorisme, intelijen menjadi isu paling hangat dalam menangani. Sampai saat
ini, diIndonesia, RUU intelijen masih menjadi pro-kontra dan belum disahkan.
Isu HAM dan keamanan negara menjadi buah segar, seolah menjadi dilematis untuk
dipilih. Bagaimana pun juga, dengan intelijen yang kuat, stabilitas keamanan
negara relatif lebih kuat. Bahwa dengan operasi intelijen dapat mencium gelagat
ancaman terhadap negara sehingga dimungkinkan dilakukan tindakan yang tepat
untuk mencegah ancaman.
Dalam bingkai Indonesia,
Indonesia adalah negara hukum, pasal 1 ayat (3) UUD 1945. Menurut Julius Stahl,
konsep negara hukum disebut rechtsstaat. Adapun didalamnya ada
empat elemen penting, diantaranya perlindungan hak asasi manusia, perradilan
tata usaha negara, pemerintahan berdasarkan undang-undang, pembagian kekuasaan.
Berkaitan dengan RUU intelijen,
banyak kalangan menilai bahwa RUU Intelijen mengesampingkan unsur hak asasi
manusia. Sedikit contoh, penangkapan dilaksanakan paling lama untuk 7 x 24 jam
berbeda dengan kuhap yang hanya 1x24 jam. Penahanan dalam rangka pemeriksaan
intelijen berlaku paling lama 90 (sembilan puluh) hari. Jangka waktu ayat (1)
pasal ini, apabila diperlukan guna kepentingan pemeriksaan yang belum selesai,
dapat diperpanjang paling lama 3 x 90 (tiga kali sembilanpuluh) hari. Penahanan
dilaksanakan disuatu tempat yang ditentukan oleh Kepala Badan Intelijen Negara.
Dalam pemeriksaan intelijen bagi tersangka; berlaku sistem inquisitor; tidak mempunyai hak
untuk didampingi advokat; tidak mempunyai hak untuk diam atau tidak menjawab
pertanyaan pemeriksa; tidak mempunyai hak atas penangguhan penahanan dengan
jaminan orang ataupun uang; tidak mempunyai hak untuk dilakukan penahanan rumah
maupun penahanan kota. tidak mempunyai hak untuk berhubungan dengan pihak luar,
termasuk keluarganya. Sedemikian liarnya RUU intelijen sehingga dianggap mengebiri
konsep hak asasi manusia. Point tersebut yang diperdebatkan sampai saat ini.
Waktu terus berjalan,
ancaman terorisme semakin menghadang. Pemerintah harus segera memberikan
legitimasi kepada intelijen untuk menjalankan fungsinya agar efektif. Penting
untuk dipegang, bahwa negara Indonesia adalah negara hukum, maka konsep-konsep
hak asasi manusia harus dijaga erat.
Negara berkewajiban untuk
melindungi warga negaranya dari berbagai ancaman yang mungkin muncul. Hal
tersebut ditegaskan dalam alinea pembukaan UUD 1945 disebutkan; melindungi
segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia, memajukan
kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa dan ikut serta dalam
memelihara ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan dan perdamaian abadi
dan keadilan sosial.
Proporsionalitasan
pemberian wewenang kepada intelijen dengan konsep menjunjung tinggi hak asasi
manusia harus tetap dipilih. Diharapkan dengan adanya proporsionalitasan, akan
mencegah kekuasaan yang berlebih menumpuk pada satu lembaga kekuasaan. Secara
otomatis akan mencegah penyalahgunaan wewenang, detournement of depovoir, oleh penguasa. Hal tersebut dikarenakan
dalam RUU intelijen Badan Intelijen Negara berada dibawah dan bertanggung jawab
langsung kepada Presiden. Sehingga dengan proporsionalitas akan menimbulkan check and balance, lalu risiko
pemerintahan yang represif dapat ditekan.
Dewan Perwakilan Rakyat
selaku lembaga yang berwenang untuk membuat undang-undang harus cepat bekerja
dalam meramu RUU intelijen. DPR musti peka terhadap kondisi Indonesia, apalagi
waktu sekarang sedang memasuki masa reses. Sangat mungkin anggota dewan
terhormat menggali dan mengumpulkan materi untuk memecahkan persoalan
intelijen. Gedung miring 7˚ saja
mereka sangat peka, tentunya RUU Intelijen sudah dipikirkan oleh mereka bukan?.
Wahai DPR RI buatlah Indonesia bangga, meski cuma satu kali.
*Penulis : Agung Pambudi
0 komentar:
Posting Komentar