gambar diambil dari boerhunt.wordpress.com |
Kompleksitas penyebab kecelakaan sangat
tinggi. Sebagian diantaranya, jumlah kendaraan yang beredar dipasaran semakin
meningkat. Akses masyarakat untuk mendapatkan kendaraan semakin dipermudah.
Kredit kendaraan bermotor yang lunak semakin menambah parah kondisi lalu lintas
di Indonesia. Apalagi sifat masyarakat Indonesia yang konsumtif semakin
memperburuk situasi. Ibarat api disiram bensin semain menjadi. Sarana dan
prasarana lalu lintas masih banyak mengalami kekurangan. Jalan yang kurang baik
dan rambu yang kurang, banyak dengan mudah kita jumpai. Contoh diatas hanya
sebagian kecil faktor penyebab kecelakaan.
Kecelakaan di jalan raya sepertinya
sudah menjadi fenomena jamak terjadi di masyarakat. Korban pun akhirnya
berjatuhan, tidak hanya harta-benda, nyawa pun turut menjadi korban. Padahal,
peraturan mengenai lalu lintas selalu diperbarui dan berjumlah banyak.
Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan adalah
peraturan tebaru mengatur lalu lintas, belum lagi peraturan turunannya.
Sepertinya sudah terlalu banyak peraturan yang mengatur, akan tetapi tidak
serta merta menurunkan angka kecelakaan di jalan raya
Pensyaratan bagi pengemudi kendaraan
bermotor untuk memiliki Surat Ijin
Mengemudi dari kepolisian juga belum terbukti efektif menurunkan angka
kecelakaan. Fakta dilapangan, kecelakaan terjadi bukan hanya karena cakap atau
ketidakcakapan pengemudi dalam berkendara. Melainkan banyak faktor yang berpengaruh
dalam kecelakaan, diantaranya pengemudi, kendaraan ,rambu, cuaca dsb.
Perlu diketahui, SIM hanya menekankah
teori-teori dasar berkendara. Bagaimana cara mengemudikan kedaraan yang aman.
Padahal, dalam berkendara di jalan raya, pengemudi tidak hanya dituntut
membutuhkan skill mengemudi. Lebih
penting lagi, pengemudi harus mempunyai etika berkendara. Kemahiran pengemudi
dalam menjalankan etika berkendara inilah yang paling berperan dalam
meminimalisir kecelakaan di jalan raya.
Etika berkendara
Etika berkendara berisi bagaimana cara
pengemudi bersikap dijalan raya. Sehingga dalam berkendara, pengemudi dapat
menjaga keselamatannya sendiri dan pengemudi lainnya. Sehingga pengemudi dapat
mengemudi dengan baik, benar, aman dan nyaman. Kesadaran terhadap keselamatan
dan kenyamanan bersama inilah tujuan dari etika berkendara. Namun etika
berkendara sangat susah diterapkan sewaktu dijalan raya. Kemampuan untuk
berbagi jalanan dijalan raya sepertinya masih sulit terjadi. Rasa egois dan
tidak mau mengalah justru sering muncul dijalan raya.
Etika berkendara mempunyai nilai lebih tinggi
daripada peraturan perundang-undangan yang mengatur lalu lintas. Walaupun pada
dasarnya sebagian etika berkendara tertuang dalam peraturan perundang-undangan
itu. Permasalahannya, apakah masyarakat mau menjalankan peraturan tersebut? Itu
yang menjadi pertanyaan besarnya.
Situasi sosial masyarakat sangat erat
hubungannya dengan etika berkendara. Pelanggaran terhadap peraturan dapat
dengan mudah dijumpai. Kita dapat dengan mudah menemukan pengemudi berhenti
melewati marka jalan sewaktu lampu merah, menerobos lampu merah, memakai jalur
pejalan kak, dsb. Kemampuan masyarakat untuk mentaati peraturan dinilai masih
lemah. Secara otomatis kesadaran terhadap etika berkendara juga masih lemah.
Kesadaran masyarakat untuk menjalankan
etika berkendara yang kurang dan diperparah dengan kondisi manajemen
transportasi yang buruk merupakan cermin buruknya transportasi di Indonesia.
Kemacetan lalu lintas semakin memperparah kondisi fisik dan psikis pengendara.
Berdasarkan penelitian kepolisian, pengemudi hanya dapat tetap fokus berkendara
selama delapan jam per hari, dengan catatan harus istirahat per 4 jam. Faktanya,
dikota-kota besar yang mengalami kemacetan parah, sangat dimungkinkan pengemudi
mengendarai kendaraannya lebih dari delapan jam. Keadaan ini lah yang semakin
memperbesar risiko kecelakaan.
Doktrin
Etika berkendara pertama kali harus
ditumbuhkan di keluarga. Lingkungan keluarga memungkinkan terjadi transfer of value/ transfer nilai.
Melalui keluarga dapat dengan mudah menanamkan etika berkendara. Dengan kata
lain, doktrin etika berkendara mudah diserap dan tertanam kuat. Hal tersebut
dikarenakan, media bahasa dalam keluarga lebih ringan dan mudah dipahami.
Sehingga doktrin etika berkendara dapat diterima dengan bagus.
Tahap selanjutnya, doktrin etika
berkendara harus dikembangkan melalui stakeholder terkait. Lembaga pendidikan
adalah media yang paling mumpuni untuk menebarkan doktrin secara efektif.
Dengan memberikan pelajaran mengenai bidang lalu lintas, para generasi muda
diharapkan menguasai etika berkendara dengan baik. Sehingga mereka dapat
menerapkan etika berkendara. Sekaligus sebagai agen penebar doktri etika
berkendara dalam pergaulannya di masyarakat. Dengan konsep doktrin berkendara
yang berantai diharapkan dapat menekan angka kecelakaan lalu lintas.
Kecelakaan
lalu lintas adalah permasalahan bersama. Semua pihak harus ikut berperan serta
dalam menanggulangi kecelakaan jalan raya. Kita semua harus sepakat bahwa
kecelakaan lalu lintas adalah tanggung jawab kita bersama. Masyarakat, stakeholder terkait dan pemerintah harus
saling bekerja sama memecahkan dan mengurai permasalahan kecelakaan dijalan
raya.
Etika berkendara yang baik harus selalu
ditanamkan pada semua pengendara. Sarana dan prasarana lalu lintas harus terus
diperbaiki lagi. Karena hanya dengan upaya itulah kecelakaan dapat
diminimalisasi. Terlepas dari kecelakaan adalah takdir dari Tuhan, sebagai
manusia kita bisa berusaha meminimalisasikannya. Untuk Kota Solo, Slogan yang
sering didengar sewaktu berhenti dilampu merah harus senantiasa dijalankan. “Tertib berkendara adalah cerminan budaya
wong Solo”. Slogan yang padat, singkat dan jelas akan tetapi bernilai
mendalam. Semoga kecelakaan bus Karunia Bhakti dapat dijadikan pelajaran
berharga dan kita dapat mengambil hikmahnya.
0 komentar:
Posting Komentar