Birokrasi Pendidikan yang Amoral* (Dimuat dalam Mimbar Mahasiswa Solopos 5 September 2012)

on Jumat, 07 September 2012
gambar diambil dari satunews.com
       Rasa-rasanya,kita terpaksa harus bertanya kembali tentang siapa sebenarnya yang memikul tanggung jawab sektor Pendidikan di negeri ini. Biasanya,jawaban teoritis akan selalu mengarah pada institusi pendidikan bersama perangkat fasilitas serta kualitas guru yang menjadi ujung tombaknya. Selama ini kita hanya sering mendengar berita tentang oknum-oknum pendidik amoral yang mengajarkan siswanya untuk menyontek saat Ujian Nasional (UN) hingga sertifikasi guru yang tidak murni untuk mengejar standarisasi mutu melainkan kebutuhan akan peningkatan gaji belaka. Namun,apakah benar kebobrokan pendidikan kita hanya disebabkan oleh asumsi terhadap rendahnya kualitas institusi pendidikan sebagai lembaga pelaksana Kegiatan Belajar Mengajar? 

Internalisasi Karakter Cinta Lingkungan* (DImuat Dalam Mimbar Mahasiswa Solopos 5 Juni 2012)

gambar diambil dari seruu.com
       Kurang dari sepuluh tahun yang lalu, saya masih dapat menangkap kupu-kupu yang hinggap pada bunga-bunga di taman sekolah. Saat itu saya juga masih mengenal beberapa jenis capung yang biasa saya tangkap dengan menggunakan lidi yang ujungnya diolesi dengan getah nangka. Pun juga dengan hewan-hewan seperti kepik, ikan-ikan kecil di sungai,kepiting di selokan, juga anak katak yang belum sempurna metamorfosanya. Namun hari ini, tanpa disadari kita semua telah susah untuk menemukan kupu-kupu atau capung dan juga hewan-hewan di atas. Ekosistem mereka telah berubah menjadi tembok berpondasikan beton. Sungai dan selokan yang dahulu dijadikan media bermain sekaligus belajar bagi anak-anakpun sudah semakin berkurang kualitas airnya sehingga tidak dapat memberi kehidupan.

Pemerintah Melupakan Orang Miskin* (Dimuat dalam Mimbar Mahasiswa Solopos 21 Februari 2012)



gambar diambil dari rudyansyah08.blogspot.com
Siang yang terik pada tanggal 14 Februari 2012 di gerbang belakang kampus megah Universitas Sebelas Maret Surakarta, nampak seorang Bapak tua renta bersama anaknya yang dari jauh begitu memprihatinkan. Karena penasaran, penulis pun menghampirinya. Ternyata kondisi mereka justru lebih memprihatinkan dari yang penulis duga sebelumnya. Si bapak yang duduk telanjang dada sedang terkulai lemas karena sesak nafas, sedangkan Umini, anak perempuannya nampak batuk kronis dengan tubuh yang tinggal tulang bahkan volume kaki yang hampir tak kuat menopang berat badannya. Dia sedang menunggu ibunya yang mengemis di area belakang kampus. Sang ibu diprediksi akan pulang ketika terik mulai menyengat dengan dua kemungkinan, mendapat uang atau tidak. Uang tersebut harus dapat membiayai angkot dan becak mereka menuju rumah di daerah Sangkrah, Kampung Sewu, Surakarta yang sebentar lagi juga hampir digusur karena proyek pembangunan pintu air.

Combine Merevitalisasi Pramuka* (Dimuat dalam Gagasan Solopos 15 Februari 2011)


gambar diambil dari aremanita-licek.blogspot.com
Sejarah mencatat bahwa keberjalanan Pramuka selama hampir 50 tahun di negeri ini meninggalkan jejak positif, utamanya dalam kegiatan- kegiatan sosial. Berbagai macam saka yang dibina oleh masing- masing pamong saka seperti saka wanabhakti, saka bhakti husada, saka bhayangkara serta saka taruna bhumi berhasil mewadahi hobi positif masing- masing anggota saka untuk turut serta melakukan pengabdian dalam masyarakat. Gerakan sosial dalam Pramuka adalah gerakan yang paling idealis di negeri ini. Semuanya dilakukan tanpa tendensi apapun. Pramuka tidak mengharapkan imbalan dan belas kasih dari siapapun kecuali dari Tuhan Yang Maha Esa. Gerakan Pramuka tidak dipengaruhi tekanan dari pihak manapun kecuali berniat untuk mempersembahkan warga Negara Indonesia yang ber- Pancasila, berwatak luhur, cerdas, trampil, kuat dan sehat serta mampu menyelenggarakan pembangunan sebagaimana tersarikan dari Anggaran Dasar Gerakan Pramuka Bab II Pasal 4.

Resensi Novel " Sepatu Dahlan Iskan" : Kisah Nyentrik dari Menteri Unik* (Dimuat Dalam Resensi Solopos 1 Juli 2012)

on Kamis, 06 September 2012



Judul Buku      : Sepatu Dahlan.
Penulis             : Krishna Pabichara.
Penerbit           : Noura Books.
Tahun              : 2012.
Tebal               : 390 halaman.
Ukuran                        : 14 x 21 cm.
ISBN               :  978-602-9498-24-0

Masih ingat peristiwa lolosnya ratusan mobil di pintu tol Slipi? Masih ingat dibantingnya kursi pintu tol Slipi oleh seorang menteri? Masih ingat kah dengan ucapan seorang menteri bahwa 70% BUMN di Indonesia mendapatkan proyek lewat permainan uang atau sogok-menyogok? Ya, dibalik itu semua ada sosok seorang manusia bernama Dahlan Iskhan, Menteri BUMN.

Tak Ada kata Terlambat Untuk Merdeka* (Dimuat dalam Opini Joglosemar 16 Agustus 2012)



“Kami diajar untuk secara jujur menyatakan perasaan hati kami.”
(Pramoedya AT-Bumi Manusia)
Rasanya tidak kurang setiap hari kita menengok berita tentang kebobrokan pemerintah mengurusi republik. Mari kita tengok data dan angka yang dikeluarkan pemerintah, angka kemiskinan masih di angka 40  juta orang dengan standar yang sangat minimal yaitu penghasilan 200 ribu perbulan (jika memakai standar Bank Dunia maka akan mencapai 75 juta orang) . Sektor pendidikan tak kalah mengerikan, masih ada 10 juta anak putus sekolah dan tak bisa meraih pendidikan lebih tinggi dari sekolah dasar yang tentu minim pengetahuan. Tentang angkatan kerja pun tak jauh beda, republik ini masih punya 15 juta pengangguran dan 25 juta setengah pengangguran. 

Antara Densus 88 Anti terror, Intelijen, Masyarakat* (Dimuat dalam Gagasan Solopos 3 September 2012)

gambar diambil dari stop-terror.com

Polisi Solo di serang. Berawal dari penyerangan Pospam Simpang Gemblengan, Jumat (17/8/2012), berlanjut penyerangan pospam di Gladag Bundaran Gladak, Minggu (19/8/2012) dan terakhir penyerangan Pos Polisi Singosaren, Solo, Jawa Tengah, Kamis (30/8/2012) malam yang mengakibatkan  Bripka Data Subekti meninggal.  Selang sehari setelah meninggalnya Bripka Data Subekti, kepolisian kembali kehilangan salah satu anggotanya, Bripda Suherman, anggota Densus 88 Antiteror karena terlibat baku tembak dengan “terduga” teroris di sekitar pusat perbelanjaan Lotte Mart, Tipes, Serengan, Solo sekitar pukul 21.30 WIB.

Warga Kota Solo Melawan Teror* (Dimuat dalam Opini Joglosemar 4 September 2012)

gambar diambil dari greedyday.wordpress.com

Peristiwa mengejutkan kembali mengguncang Kota Solo. Insiden teror penembakan yang menewaskan satu anggota kepolisian pada hari Jumat (30/8) kemarin menyiratkan luka bagi warga kota Solo. Kejadian penembakan yang terjadi di Pos Polisi Singosaren ini bukanlah teror yang pertama kali terjadi dalam sebulan belakangan ini di kota Solo. Sebelumnya warga kota Solo digemparkan oleh peristiwa penembakan Pos Pengamanan Polisi di Gemblegan pada 17 Agustus lalu serta pelemparan petasan pada Pos Polisi Gladak yang terjadi pada malam sebelum hari Idul Fitri. Puncak dari aksi teror tersebut terjadi pada Jumat malam (31/8) dimana 1 Anggota kepolisian kembali tewas serta 2 orang yang diduga teroris turut menjadi korban.

Jalan Panjang Hukum Menuju Keadilan*(Dimuat dalam Gagasan Solopos 3 Juli 2012)


gambar diambil dari radarnusantara.com
Gaji hakim (akhirnya) mengalami kenaikan. Melalui Kesepakatan yang dihasilkan dalam pertemuan pimpinan lima institusi, yaitu Mahkamah Agung, Kementerian Keuangan, Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi, Komisi Yudisial (KY) dan Kementerian Sekretariat Negara memutuskan untuk menaikkan gaji hakim. Kelima institusi tersebut akhirnya menyepakati besaran gaji hakim dengan masa kerja nol tahun adalah Rp10,6 juta. Nominal itu akan meningkat sesuai dengan meningkatnya pangkat dan golongan hakim.

Mengkaji UU Dikti, Orang Miskin Dilarang Kuliah* (Dimuat dalam Opini Joglosemar 21 Juli 2012)


Undang Undang Pendidikan Tinggi (UU Dikti) yang telah disahkan oleh DPR pada Jumat 13/8/2012 lalu menimbulkan banyak kontroversi. Di tengah berbagai penolakan yang belum tuntas mengenai masalah pendidikan tinggi UU ini disahkan dan harus dilaksanakan paling lambat dua tahun sejak diundangkan. UU Dikti ini sebenaranya adalah pengganti Undang Undang Badan Hukum Pendidikan (UU BHP) yang telah dibatalkan oleh Mahkamah Konstitusi (MK) beberapa waktu lalu karena isinya dianggap tidak sejalan dengan konstitusi karena bermuatan komersialisasi dan privatisasi pendidikan tinggi. Lalu bagaimana dengan UU Dikti ini, apakah isinya telah berbeda dengan UU BHP?

Membangun Toilet Publik Responsif Gender* (Dimuat dalam Gagasan Solopos 28 Juni 2012)

    Kota Surakarta tengah berbenah diri baik secara kasat mata pembangunan dan pemerataan pelayanannya. Telah banyak layanan publik yang kita rasakan hasil pembangunan Kota Surakarta dewasa ini. Layanan transportasi modern, taman kota yang semakin menjamur, dan penyediaan ruang srawung warga seperti city walk dan area car free day dan serentetat event kota kita rasakan.

Menjaga Indonesia Dari Narkoba* (Dimuat dalam Mimbar Mahasiswa Solopos 29 Mei 2012)


gambar diambil dari kalimantanpost.com
Pada 8 Oktober 2004 , Bandara Ngurah Rai, Denpasar, petugas bea dan cukai menangkap seorang wanita kulit putih karena kedapatan membawa barang terlarang.  Di dalam tas wanita tersebut ditemukan ganja seberat 4,2 kg. Wanita tersebut bernama Schapelle Leigh Corby. Proses hukum pun berjalan berjalan. Corby diputuskan bersalah atas tuduhan kepemilikan 4,2 kg ganja dan divonis 20 tahun  serta denda Rp100 juta subsider enam bulan penjara oleh Pengadilan Negeri Denpasar pada 27 Mei 2005 silam. Begitu lah awal cerita perjalanan kelam Corby di Indonesia yang selanjutnya dia dijuluki Ratu Mariyuana.

Menakar Generasi Literer* (Dimuat dalam Gagasan Solopos 24 Juli 2012)

gambar diambil dari dekadeku.wordpress.com
         Menanggapi kolom Gagasan Solopos (23/7) yang menuliskan tentang sastra anak di Indonesia, dimana dituliskan bahwa kondisi yang ada yaitu budaya pop lengket pada kehidupan anak-anak kita sekarang. Meminjam kegelisan Bandung Mawardi dalam Solopos (23/7) ironi nasib literasi anak bukti ketidaksanggupan negara mengurusi ketersediaan bahan bacaan dan buku pelajaran untuk anak-anak Indonesia. Sesungguhnya dosa ini tidak semata milik negara, hingga akhirnya dunia sastra kita seakan surut di tengah membanjirnya era serba instan dan virtual.

Membela Aksi Mahasiswa* (Dimuat dalam Opini Joglosemar 30 Maret 2012)


gambar diambil dari republika.co.id
Judul itu saya ambil karena saat ini banyak sekali perbincangan mengenai aksi demonstrasi yang dilakukan mahasiswa apalagi arahannya selalu dikaitkan kericuhan serta efektifitas aksi jalanan yang dilakukan mahasiswa. Jika melihat landasannya dalam konstitusi kita sudah jelas bahwa menyampaikan pendapat adalah hak asasi yang dilindungi Negara dalam UUD 1945 pasal 28E ayat (3) yang berbunyi  setiap orang berhak atas kebebasan berserikat, berkumpul dan mengeluarkan pendapat. Juga ditambahkan dengan pasal 28F yang berbunyi  setiap orang berhak untuk berkomunikasi dan memperoleh informasi untuk mengembangkan pribadi dan lingkungan sosialnya, serta berhak untuk mencari, memperoleh, memiliki, menyimpan, mengolah dan menyampaikan informasi dengan menggunakan segala jenis saluran yang tersedia. Selain itu untuk unjuk rasa sendiri juga diatur dengan UU Nomer 9 Tahun 1998 Tentang Kemerdekaan Menyampaikan Pendapat Di Muka Umum. Dasar hukum inilah yang menjadi landasan ketika masyarakat dan mahasiwa melakukan aksi demonstrasi

Berpikir Tentang Intelijen Kembali* (Dimuat dalam Mimbar Mahasiswa Solopos 26 April 2012)

gambar diambil dari formatnews.com
       Teror bom (lagi dan lagi), seolah semakin akrab ditelinga masyarakat Indonesia. Kejadian terakhir terjadi didekat jalur pipa gas, dekat Gereja Christ Cathedral, Serpong, Tangerang, Selatan, Banten, Kamis (21/4). Tak tanggung-tanggung, ukuran bom relatif besar dengan berat ± 100kg bahan peledak. Namun, masih “beruntung” Detasemen Khusus Anti Teror 88 Polri berhasil menjinakkannya. Bom tersebut disetting untuk meledak pada Jum’at keesokan harinya berbarengan dengan perayaan Paskah bagi umat Kristiani.

Menumbuhkan Etika Berkendara* (Dimuat dalam Mimbar Mahasiswa Solopos 14 Februari 2012)

gambar diambil dari boerhunt.wordpress.com
Kecelakaan di jalan raya kembali terjadi.  Setelah kecelakaan dahsyat di Tugu Tani Jakarta Pusat yang memakan 9 korban jiwa, masyarakat Indonesia kembali dihebohkan kecelakaan lain yang tak kalah tragisnya. Jumat, 10 Februari 2012, di Jalan Raya Puncak, Cisarua, Bogor, Jawa Barat bus Karunia Bhakti mengalami kecelakaan beruntun yang menyebabkan nyawa 14 orang dan melukai 47 orang. Banyaknya kecelakaan yang terjadi harus memantik pemerintah dan stakeholder terkait agar melakukan evaluasi dan perbaikan.

Perempuan: Korban Ganda dalam Berita* ( Dimuat dalam Jawa Pos Kolom For Her 12 Maret 2011)

gambar diambil dari sofiarli.blogspot.com
        Tindak kekerasan pada perempuan merupakan salah satu bentuk diskriminasi terhadap perempuan. Hal tersebut berupa tindakan-tindakan yang mengakibatkan kerugian atau penderitaan fisik, mental dan seksual.  Sikap-sikap tradisional yang masih ada sampai saat ini, di mana perempuan mengalami subordinasi (penempatan kaum perempuan pada posisi yang tidak penting) mampu mengekalkan praktik kekerasan dan penganiayaan terhadap perempuan. Pada kondisi demikian perempuan telah menjadi korban karena hilangnya hak asasi dan kebebasan fundamental perempuan berdasarkan hukum internasional atau berdasar konvensi hak asasi manusia.

Pengetatan Remisi Napi Korupsi* (Dimuat dalam Mimbar Mahasiswa Solopos 13 Maret 2012)


gambar diambil dari lensaindonesia.com
Ketuk palu hakim Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Jakarta pada rabu 7 Maret 2012 menyatakan membatalkan SK Menkum HAM Nomor M.HH-07.PK.01.05.04 tanggal 16 November 2011 tentang pengetatan remisi terhadap narapidana tindak pidana luar biasa korupsi. Putusan PTUN itu menyatakan bahwa SK Menkum HAM tidak berlaku lagi. Sehingga aturan pemberian remisi kembali diberlakukan. Alasan majelis hakim, SK tersebut ditetapkan berdasarkan PP Nomor 32 tahun 1999 yang sudah tidak berlaku lagi. Selain alasan tersebut SK tersebut bertentangan asas-asas pemerintahan yang baik, serta tidak dilakukan berdasar prosedur serta ketentuan yang berlaku di bidang permasyarakatan.

Perkenalan

Tentang Komunitas Tepi Aksara ini bermula dari obrolan di Twitter. Masing-masing nama penulis memang tidak semuanya asli warga Solo, tapi aktivitas mereka kebanyakan memang berada di Kota Solo. Dunia maya mempertemukan mereka lagi selain tulisan yang masuk di media massa. Kemudian dari situ terpikir untuk saling mengenal lebih jauh  serta berbagi pengalamannya dalam dunia tulis menulis. Disepakatilah Kopdar para penulis di wedangan depan Gramedia. Mengapa wedangan? karena wedangan dikenal tempat yang akrab,nyaman dan murah untuk warga Solo saling bercerita.
Kopi darat pertama di tanggal 4 September 2012 berlangsung tepat pada waktunya yaitu jam 19.30. Perkenalan yang asyik tumbuh dengan sendiri, suasana cair dan tumbuh kebersamaan diantara penulis muda Kota Solo tersebut. Menikmati suasana malam Kota Solo yang syahdu bersama-sama sambil membicarakan hal-hal menarik mengenai aktivitas menulis dan membaca dari masing-masing pemilik nama tersebut.  Dari ngobrol-ngobrol tersebut muncul gagasan untuk melahirkan sebuah komunitas penulis. Spontanitas sebetulnya. Tujuannya agar bisa saling berbagi pengetahuan serta menambah kemampuan dalam dunia tulis-menulis.
Nama Tepi Aksara.sendiri muncul setelah beberapa nama sebelumnya kurang sreg. Dengan memakai semangat filosofi kendi yang mengandung arti apa yang dituangkan dalam tulisan haruslah diisi terlebih dahulu maka komunitas ini resmi terbentuk. Karena ini baru awalan harapannya akan semakin banyak yang tergabung dalam obrolan dunia tulis menulis ini khususnya di Kota Solo. Rencananya akan dibuat pertemuan rutin serta dolan bareng untuk menambah keakraban. Mari penulis muda solo berkenalan dan ikut wedangan bersama kami.
Informasi Tepi Aksara Selain di blog ini yang mengumpulkan tulisan yang telah berhasil masuk media massa, kami juga ada akun twitter di @TepiAksara.. Monggo bergabung :)