Membangun Toilet Publik Responsif Gender* (Dimuat dalam Gagasan Solopos 28 Juni 2012)

on Kamis, 06 September 2012
    Kota Surakarta tengah berbenah diri baik secara kasat mata pembangunan dan pemerataan pelayanannya. Telah banyak layanan publik yang kita rasakan hasil pembangunan Kota Surakarta dewasa ini. Layanan transportasi modern, taman kota yang semakin menjamur, dan penyediaan ruang srawung warga seperti city walk dan area car free day dan serentetat event kota kita rasakan.

Branding image tengah dikejar sebagai upaya promosi pariwisata kota. Selain itu, arah ke depan dari Kota Surakarta adalah menjadi kota MICE (Meeting, Incentive, Convention, and Exhibition) sehingga garis lurusnya perlu penyediaan sarana publik humanis. Selain masalah moda trasnportasi humanis dan pengembangan kawasan pedestrian maka hal terpenting yang seharusnya sudah terjamin yaitu ketersediaan toilet publik yang syarat dengan kenyamanan. Kota ini memang dapat kita akui masih kurang secara kuantitas dan kualitasnya dalam penyediaan toilet publik. Nyatanya toilet publik merupakan satu hal yang sangat vital dibutuhkan namun acapkali terlupakan.
Tahun ini (2012) Pemerintah Kota Surakarta mengadakan Lomba Desain Toilet Publik dengan tema Solo Eco Cultural City ‘Unik, Portabel dan Fungsional’ dengan titik lokasi ruang terbuka seperti yang ditentukan dalam lomba yaitu Ngarsopura, Galabo, Taman Kota Monumen 45 banjarsari dan area city walk. Lomba desain toilet publik yang diadakan oleh Pemerintah Kota Surakarta kali ini lebih cenderung menitikberatkan pada aspek eco cultural. Di tengah gencarnya arus pemanasan global, saat ini telah banyak kita jumpai konsep dengan sebutan eco di awal kalimatnya, eco cultural merupakan konsep pengembangan kota yang menggabungkan nuansa budaya yang ramah lingkungan. Hal tersebut dirasa tepat sekali diterapkan dalam pembangunan tata ruang Kota Surakarta yang memiliki Tri Krida Utama Kota Surakarta, yaitu sebagai kota budaya, kota pariwisata, dan kota olah raga dimana dalam pelaksanaannya ditunjang dengan program Solo ‘Berseri’ (Bersih Sehat Rapi Indah) dan slogannya Solo The Spirit of Java.
Untuk suksesnya penyelamatan lingkungan hidup di wilayah kita perlu dilakukan oleh masyarakat (organisasi dan individu) maupun pemerintah itu sendiri dengan pelibatan antar departemen teknis. Lomba Desain Toilet Publik di Kota Surakarta lewat Dinas Tata Ruang Kota telah mampu menjembatani antara pemerintah dan masyarakat dalam sinergi dan membentuk jaringan kerja. Lewat hal ini akan membumikan gaya hidup masyarakat yang mampu turut untuk menjaga keseimbangan dan keamanan ekologi, sehingga tercipta sistem kehidupan yang sehat.
Harapannya keluaran dari event lomba ini adalah pengadaan toilet publik health and green life yang mampu mendukung upaya mengurangi pencemaran lingkungan dan menciptakan sanitasi yang baik. Adanya toilet ini mampu menghindari kebiasan buruk masyarakat kita yang terkadang buang air kecil (urinate) sembarangan di ruang terbuka. Adakah yang kemudian menjadi terlupakan dalam penyediaan sarana publik satu ini?
Responsif Gender
Kebijakan publik seharusnya dapat memenuhi kebutuhan masyarakat sasaran. Pembangunan sarana umum yang satu ini akan menjadi kurang jika hanya memperhatikan aspek kebudayaan dan lingkungan. Aksesbilitas dari semua pihak dapat menjadi pertimbangan berikutnya. Aspek responsif gender sering kali terlupakan meski telah ada amanat pengarusutamaan gender.
Menyoal gender tidak berarti kita sedang membahas mengenai perempuan dan memperjuangkan kaum perempuan. Gender tidak semata-mata antara laki-laki dengan perempuan saja, tetapi juga laki-laki dan perempuan menyangkut anak-anak di bawah umur, kemudian orang-orang lanjut usia atau kelompok orang-orang yang mempunyai kebiasaan yang berbeda, difabel dan juga orang-orang yang mempunyai tingkat ekonomi yang kurang mampu. Responsif gender sendiri berarti memperhatikan kebutuhan setiap kelompok, kebijakan responsif gender merupakan alat untuk mewujudkan kesetaraan dan keadilan gender. Adil yang berarti sesuai kebutuhan masing-masing kelompok.
Implementasi kebijakan responsif gender dari segi bangunan salah satunya dapat kita implementasikan dalam pengadaan toilet publik responsif gender, dimana hal kecil pertama yang secara riil dapat diimplementasikan yaitu dengan menempatkan toilet perempuan dan laki-laki yang terpisah. Karya lomba yang dipamerkan di Balai Soejatmoko Surakarta telah berhasil menawarkan konsep yang mengedepankan aspek budaya dan lingkungan. Namun, beberapa diantaranya ada yang belum memperhatikan persoalan responsif gender, dengan membuat satu ruang toilet saja untuk laki-laki dan perempuan. Pengadaan toilet untuk perempuan yang lebih banyak secara kuantitas menjadi titik poin berikutnya bagi toilet yang responsif gender, dimana kebutuhan laki-laki dan perempuan memang berbeda. Missal, perempuan yang mengalami masa haid, maka mereka akan membutuhkan waktu yang lebih lama di dalam toilet, pengadaan kuantitas kamar toilet perempuan yang lebih banyak bertujuan untuk mengatasi jumlah antrian di luar.
Fasilitas toilet publik memang merupakan fasilitas yang dirancang untuk mengakomodasi kebutuhan membuang hajat yang digunakan oleh masyarakat umum tanpa membedakan usia, jenis kelamin dari pengguna tersebut. Melihat dari kaca mata gender yang merupakan hasil konstruksi sosial, definisi fasilitas toilet publik yang demikian dapat saja perlu didefinisikan ulang. Secara kebutuhan ada perbedaan dalam penggunaan toilet antara laki-laki, perempuan, kaum difabel, anak kecil dan geriatri sehingga pembangunan fisiknya perlu dibedakan untuk mengakomodasi kebutuhan mereka.
Harus terbangun kesadaran kritis untuk mengelola lingkungan hidup oleh semua pihak dan pemerataan pelayanan umum bagi semua pihak, sekaligus mulai belajar untuk membangun kesadaran kolektif dalam merawat lingkungan dan perencanaan pembangunan tidak sekedar merespon sewaktu-waktu secara ceremonial. Diharapkan masyarakat, pemerintah dan/atau dunia usaha mampu memperhatikan pilihan-pilihan kebijakan dalam rangka mengatasi kerentanan pada alam dan lingkungan sosial untuk mendukung penghidupan berkelanjutan.
 Penulis : Tyas Nur Haryani

Balik Layar:
Tulisan ini harus menunggu waktu hampir satu minggu dalam waktu jedanya antara waktu pengiriman dan pemuatan. Proses penulisannya memang mengambil momen adanya event regional soal toilet publik, dan mampu penulis mengambil angle persoalan gender.

0 komentar: