gambar diambil dari kalimantanpost.com |
Namun,
di tahun 2012 ini Corby mendapatkan grasi 5 tahun. Pro dan kontra pun mulai
bermunculan. Pemberian grasi terhadap Coby pun seolah-olah anti klimaks dari
niat pemerintah untuk menyatakan perang terhadap narkotika.
Mengajukan
grasi adalah hak setiap terpidana. Pasal 2 ayat 1 Undang-Undang Republik
Indonesia Nomor 22 Tahun 2002 tentang Grasi menyebutkan bahwa terhadap putusan
pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap, terpidana dapat
mengajukan permohonan grasi kepada Presiden. Di pasal 2 ayat 2, menyebutkan Putusan
pemidanaan yang dapat dimohonkan grasi adalah pidana mati, penjara seumur
hidup, penjara paling rendah 2 (dua) tahun. Permohonan grasi oleh Corby
kepada presiden adalah hak corby, tiada
yang salah dengan hal itu. Yang menjadi permasalahan, mengapa pemerintah
memberikan grasi! Bukan kah pemerintah berkomitmen melakukan perang terhadap
narkotika?
Berdasarkan
pasal 4 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 22 Tahun 2002 tentang Grasi, Presiden
berhak mengabulkan atau menolak permohonan grasi yang diajukan terpidana setelah mendapat pertimbangan dari
Mahkamah Agung. Pemberian grasi oleh Presiden dapat berupa : peringanan atau
perubahan jenis pidana; pengurangan jumlah pidana; atau penghapusan pelaksanaan
pidana.
Ketidakkonsistenan dalam berhukum
United Nations Conventions Againts Illicit Traffic In
Narcotic Drugs And Psychotropic Subtances 1988 adalah Konvensi
PBB tentang Pemberantasan Gelap Narkotika dan Psikotropika yang dikeluarkan
tahun 1988. Oleh pemerintah Indonesia, konvensi tersebut diratifikasi
menjadi Undang-Undang Republik Indonesia
Nomor 7 Tahun 1997 tentang pengesahan United
Nations Conventions Againts Illicit Traffic In Narcotic Drugs And Psychotropic
Subtances 1988 (Konvensi Perserikatan Bangasa-Bangsa tentang Pemberantasan
Gelap Narkotika dan Psikotropika 1988.
Konvensi
tersebut secara keseluruhan berisi pokok-pokok pikiran, sebagai berikut:
·
Masyarakat bangsa-bangsa dan
negara-negara di dunia perlu memberikan perhatian dan prioritas utama atas
masalah pemberantasan peredaran gelap Narkotika dan psikotropika.
·
Pemberantasan peredaran
gelap Narkotika dan psikotropika merupakan masalah semua negara yang perlu
ditangani secara bersama pula.
·
Ketentuan-ketentuan yang
diatur dalam Konvensi Tunggal Narkotika 1961, Protokol 1972 Tentang Perubahan
Konvensi Tunggal Narkotika 1961, dan Konvensi Psikotropika 1971, perlu
dipertegas dan disempurnakan sebagai sarana hukum untuk mencegah dan
memberantas peredaran gelap Narkotika dan psikotropika.
·
Perlunya memperkuat dan
meningkatkan sarana hukum yang lebih efektif dalam rangka kerjasama internasional
di bidang kriminal untuk memberantas organisasi kejahatan transnasional dalam
kegiatan peredaran gelap Narkotika dan psikotropika.
Sikap
negara indonesia yang meratifikasi konvensi menunjukan keseriusan Indonesia
dalam menangani segala kejahatan dan penyalahgunaan Narkotika dan psikotropika.
Dan bahkan, karena peredaran narkotika semakin memprihatinkan, payung hukum
baru pun dibuat melalui Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 35 tahun 2009
tentang Narkotika
Rawan narkoba
Ahli
hukum pidana dari Universitas Padjadjaran, Bandung, Romli Atmasasmita, dalam
suatu wawancara mengatakan "Seluruh negara di dunia sepakat bahwa
kejahatan narkotika dan psikotropika merupakan kejahatan berat dan bersifat
internasional sehingga pelakunya tidak perlu diberi grasi,"Pemberian grasi
kepada Corby justru menunjukkan ketidakkonsistenan pemerintah dalam menangani
kasus narkoba.
Secara
faktual, lokasi Indonesia sangat strategis dalam peredaran narkoba internasional,
sehingga risiko narkoba yang bakal masuk ke Indonesia pun semakin besar. Untuk
kasus ganja, Mengutip data dari Badan Narkotika Nasional, Sumber : Direktorat
Tindak Pidana Narkoba, per Maret 2012 telah disita ganja dengan total 23.891.244,25
gr, pohon ganja (stalks) 1.839.664, luas area penanaman ganja 305,83 Ha, dan bibit
ganja 4,38 gr. Hasil Pengungkapan Polri Per 2011 terdapat 5.909 kasus berkaitan
dengan ganja.
Jumlah
yang sangat fantastis bukan? Apakah kita rela generasi bangsa diracuni oleh
narkoba? Data diatas hanya mengenai ganja, belum narkoba jenis lain! Pemberian
hukuman seberat-beratnya layak untuk diberikan pada pelaku narkoba, termasuk
Corby!
Alasan
pemberian grasi kepada Corby patut di pertanyakan. Menteri Hukum dan HAM Amir
Syamsuddin, alasan untuk menyelamatkan anak buah kapal di dalam tahanan Australia
Utara karena terlibat sebagai anak buah kapal dalam kasus trafficking
rasa-rasanya tidak sebanding jika di bandingkan dengan kasus Corby. Indikasi
bahwa pemerintah Indonesia mendapat tekanan dalam kasus Corby pun mulai
mengemuka. Wajar jika ada spekulasi
bahwa grasi Corby adalah negosiasi pemerintah indonesia denga Australia.
Grasi
kepada Corby telah di berikan oleh presiden (hak presiden). Kita, sebagai
elemen bangsa harus menghargai keputusan tersebut. Bahwa terjadi gejolak pro
dan kontra adalah suatu hal yang wajar. Bagi yang kontra, di sediakan mekanisme
di Peradilan Tata Usaha Negara untuk menggugat keputusan pemberian grasi kepada
Corby.
Penulis
teringat dengan pendapat alm Prof.Tjip. Hukum yang digunakan oleh sejumlah
bangsa-bangsa di dunia dapat sama, tetapi bagaimana bangsa-bangsa itu dalam
menggunakannya dalam kehidupan sehari-hari berbeda-beda (Satjipto
Rahardjo,2009:41) Bahwa konvensi PBB tentang Pemberantasan Gelap Narkotika dan
Psikotropika 1988 telah dibuat. Namun tidak semua negara sejalan dalam
melaksanakannya, termasuk Indonesia. Sekalipun pemberian grasi terhadap Corby
harus diberikan, sebaiknya pemerintah memberikan suatu argumen yang tegas dan
jelas. Agar kita bisa berbangga untuk Indonesia ditengah minimya rasa bangga
terhadap bangsa ini!
0 komentar:
Posting Komentar